Keutamaan Bulan Ramadhan
1. Keutamaan Bulan Ramadhan
(Diringkas dari Sifat Saum An Nabi karya Syeikh Saalim bin ‘Ied
Al Hilaliy dan Syeikh Ali Hasan Ali Abdil Hamid, cetakan keenam tahun
1417 H -1997 M, penerbit Al Maktabah Al Islamiyah, Amaan, Yordania hal
18-20)
Sangat jelas dan gamlang keutamaan Ramadhan dibanding bulan lainnya,
namun kiranya masih perlu dipaparkan secara ringkas keutamaannya sebagai
motivator semangat kaum muslimin beramal sholeh padanya.
Diantara
keutamaan tersebut adalah:
a. Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut sebagaimana firman Allah:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia
berpuasa.” (Surat Al Baqarah ayat 185)
Dalam ayat di atas, bulan Ramadhan dinyatakan sebagai bulan turunnya
Al-Qur’an, lalu pernyataan tersebut diikuti dengan perintah yang dimulai
dengan huruf ف -yang berfungsi menunjukkan makna ‘alasan dan sebab’-
dalam firmanNya: فََمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ. Hal itu
menunjukkan bahwa sebab pemilihan bulan Ramadhan sebagai bulan puasa
adalah karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan tersebut.
b. Dalam bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا جَاءَ رَمَضانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النِيْرَانِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ
“Jika datang bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu para setan.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, kita dapati dalam bulan ini sedikit terjadi
kejahatan dan kerusakan di bumi karena sibuknya kaum muslimin dengan
berpuasa dan membaca Al-Qur’an serta ibadah-ibadah yang lainnya; dan
juga dibelenggunya para setan pada bulan tersebut.
c. Di dalamnya terdapat satu malam yang dinamakan Lailatul Qadar,
satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat al-Qadr.
إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ أَدْرَاكَ مَا
لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌمِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِّنْ
كُلِّ أَمْرٍ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat
dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Surat Al Qadr ayat: 1-5)
Melihat keutamaan-keutamaan ini tentunya membuat seorang muslim lebih
bersemangat dalam menyambutnya dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin
menjelang datangnya bulan tersebut.
2. Persiapan Menghadapi Ramadhan
Diantara yang harus dipersiapkan seorang muslim dalam menyambut kedatangan bulan yang mulia ini adalah:
a. Menghitung Bulan Sya’ban
Salah satu bentuk persiapan dalam menghadapi Ramadhan yang seharusnya
dilakukan oleh kaum muslimin adalah menghitung bulan Sya’ban, karena
satu bulan dalam hitungan Islam adalah 29 hari atau 30 hari sebagaimana
yang dijelaskan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Umar, beliau bersabda:
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ لَيْلَةً، فَلا َتَصُوْمُوْا حَتَّى
تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
“Satu bulan itu 29 malam. Maka jangan berpuasa sampai kalian
melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya), maka genapkanlah 30
hari.” (Riwayat al-Bukhari)
Maka tidaklah kita berpuasa sampai kita melihat hilal (tanda masuknya
bulan). Oleh karena itu, untuk menentukan kapan masuk Ramadhan
diperlukan pengetahuan hitungan bulan Sya’ban.
b. Melihat hilal Ramadhan (Ru’yah)
Untuk menentukan permulaan bulan Ramadhan diperintahkan untuk melihat
hilal, dan itulah satu-satunya cara yang disyariatkan dalam Islam
sebagaimana yang dijelaskan oleh an-Nawawi dalam
al-Majmu’ (6/289-290) dan oleh Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughniy (3/27). Dan ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah yang berkata,
“Kita sudah mengetahui dengan pasti bahwa termasuk dalam agama Islam beramal dengan melihat hilal puasa, haji,
atau iddah (masa menunggu), atau yang lainnya dari hukum-hukum yang
berhubungan dengan hilal. Adapun pengambilannya dengan cara mengambil
berita orang yang menghitungnya dengan hisab, baik dia melihatnya atau
tidak, maka tidak boleh.” (Lihat:
Majmu’ al-Fatawa 25/132)
Kemudian perkataan beliau ini merupakan kesepakatan kaum muslimin.
Sedang munculnya masalah bersandar dengan hisab dalam hal ini baru
terjadi pada sebagian ulama setelah tahun 300-an. Mereka mengatakan
bahwa jikalau terjadi mendung (sehingga hilal tertutup) boleh bagi orang
yang mampu menghitung hisab untuk beramal dengan hisabnya itu hanya
untuk dirinya sendiri. Jika hisab itu menunjukkan ru’yah, maka dia
berpuasa, dan jika tidak, maka tidak boleh. (Lihat:
Majmu’ al-Fatawa 25/133). Lalu, bagaimana keadaan kita sekarang ?
Adapun dalil tentang kewajiban menentukan permulaan bulan Ramadhan dengan melihat hilal sangat banyak, di antaranya adalah:
1. Hadits Ibnu Umar terdahulu.
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُوْنَ لَيْلَةً، فَلا َتَصُوْمُوْا حَتَّى
تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
“Satu bulan itu 29 malam. Maka jangan berpuasa sampai kalian
melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya), maka genapkanlah 30
hari.” (Riwayat al-Bukhari)
2. Hadits Abu Hurairah
radhiallahu’anhu. Beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ
“Berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian
(untuk idul fithri) karena melihatnya. Jika (hilal) tertutup oleh
mendung, maka sempurnakanlah Sya’ban 30 hari.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
3. Hadits ‘Adi bin Hatim
radhiallahu’anhu, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَصُوْمُوْا ثَلاَثِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا الْهِلاَلَ قَبْلَ ذَلِكَ
“Jika datang Ramadhan maka berpuasalah 30 hari kecuali kalian telah melihat hilal sebelumnya.” (Riwayat ath-Thahawy dan ath-Thabrany dalam
al-Kabir 17/171, dan dihasankan Syaikh al-Albany dalam
Irwa’ al-Ghalil nomor hadits 901)
Penentuan bulan Ramadhan dengan cara melihat hilal dapat ditetapkan dengan persaksian seorang Muslim yang adil sebagaimana yang dikatakan Ibnu Umar
radhiallahu’anhu:
تراءى الناس الهلال فأخبرت النبي صلى الله عليه و سلم أني رأ يته فصام وأمر الناس بصيامه
“Manusia sedang mencari hilal, lalu aku khabarkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya maka beliau
berpuasa dan memerintahkan manuasia untuk berpuasa.” (Riwayat Abu Dawud, ad-Darimy, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan al-Baihaqy)
c. Puasa pada Hari yang Diragukan
Berpuasa pada hari yang diragukan, apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum, adalah terlarang sebagaimana di sebutkan dalam hadits Abu Hurairah
radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقَدِّمُوْا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلاً يَصُوْمُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah mendahului puasa Ramadhan
dengan puasa satu hari atau dua hari (sebelumnya), kecuali orang yang
(sudah biasa) berpuasa satu puasa (yang tertentu), maka hendaklah dia
berpuasa.” (Riwayat Muslim)
***